Nama : Gita Olivia Limbong
Npm : 23213759
Kelas : 4eb08
Etika
Profesi Akuntansi #
Bab 2 Perilaku Etika Dalam Bisnis
Perilaku
Etika dalam Bisnis
Etika bisnis terkait
dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu
pada kebenaran atau kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini yang dimaksud
adalah etika standar yang secara umum dapat diterima dan diakui
prinsip-prinsipnya baik oleh masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
faktor
yang berpengaruh terhadap perilaku etika dalam bisnis yaitu :
1. Budaya
Organisasi
Budaya
organisasi mencangkup sikap manajemen
terhadap karyawan, pemberdayaan yang
diberikan kepada karyawan. Kata-kata positif yang di ucapkan manajer dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia, sedangkan kata-kata
negatif dapat menyebabkan ketidak puasan karyawan, absen dan bahkan perbuatan
penyimpangan lainnya.
2. Ekonomi
Lokal
Jika
karyawan mendapatkan pekerjaan yang banyak dan pendapatan besar maka mereka
akan merasa bahagia sehingga semakin meningkatkan kinerja mereka, sedangkan
jika tinggat pengangguran meningkat maka akan timbul rasa kecemasa dalam diri
karyawan sehingga bisa mengganggu kualitas kinerja mereka bahkan sampai
penyimpangan penilaian.
3. Reputasi
Perusahaan dalam Komunitas
Jika
sebuah perusahaan dipandang berprospek bagus dengan menghasilkan goodwill yang
banyak maka perilaku karyawan akan seperti itu karena mereka menjadi harapan
dari pemasok dan pelanggannya. Sedangkan perusahaan yang dinilai melakukan
kecurangan, kemungkinan perilaku karyawannya dianggap seperti itu juga.
4. Persaingan
di Industri
Dalam
industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak masalah, karyawan
tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka menyisihkan untuk
mengejar uang.
KESALING
TERGANTUNGAN ANTARA BISNIS DAN MASYARAKAT
Perusahaan yang merupakan
suatu lingkungan bisnis juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yag cukup
jelas dalam pengelolaannya. ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi
yang terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik
dan terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. baik di dalam tataran
manajemen ataupun personal dalam setiap tim maupun hubungan perusahaan dengan
lingkungan sekitar. untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan
kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu kewajiban
perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi
masyarakat.
Berikut adalah beberapa hubungan kesaling tergantungan
antara bisnis dengan masyarakat.
1. Hubungan
antara bisnis dengan langganan / konsumen
Hubungan
antara bisnis dengan langgananya adalah hubungan yang paling banyak dilakukan,
oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun
pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja :
a) Kemasan
yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan
perbandingan harga terhadap produknya.
b) Bungkus
atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya,
c) Pemberian
servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi
suatu bisnis.
2. Hubungan
dengan karyawan
Manajer
yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali
harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni : Penarikan (recruitment),
Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan
pangkat) maupun lay-off atau pemecatan / PHK (pemutusan hubungan kerja).
3. Hubungan
antar bisnis
Hubungan
ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain.
Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan para pesaing, grosir,
pengecer, agen tunggal maupun distributor.
4. Hubungan
dengan Investor
Perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik”
harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para insvestor atau calon investornya. prospek perusahan yang go public
tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap
informasi terhadap hal ini.
5. Hubungan
dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan
dengan lembaga-lembaga keuangan terutama pajak pada umumnya merupakan hubungan
pergaulan yang bersifat finansial
Kepedulian
pelaku bisnis terhadap etika
Pelaku bisnis dituntut
untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan
jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai
contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat
harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll. Dalam menciptakan etika bisnis,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri
mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam
bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan
keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan
keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan
keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis,
tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
Inilah etika bisnis yang “etis”.
Pengembangan tanggung
jawab sosial (social responsibility). Pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh
kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga
yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk
meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab
terhadap masyarakat sekitarnya.
Mempertahankan jati diri
dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan
teknologi Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi,
tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan
kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki
akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
Menciptakan persaingan
yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi
dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan
sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan
golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar
mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam
dunia bisnis tersebut.
Menerapkan konsep
“pembangunan berkelanjutan” Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan
hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan
dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa
mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang
merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
Menghindari sifat 5K
(Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah
mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa
yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang
dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan
negara.
Mampu menyatakan yang
benar itu benar Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk
menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan
data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta
memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
Perkembangan
Dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis
Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan
filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan
manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di
Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan
terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia
pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam
kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas
adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan
masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu
tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai
berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara
akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business
Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis
sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for
Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Etika
Bisnis Dalam Akuntansi
Profesi akuntan publik
bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk
mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang
menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh
setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter.
Karakter menunjukkan personality seorang profesional yang diantaranya
diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan etis akuntan
publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa
profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan
untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan
yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.Untuk
menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi
dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka
etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika
sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya
pasti berhubungan dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik
dengan pihak lain tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Contoh
kasus dan pembahasan
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Krisis yang dialami Bank Century bukan disebabkan
karena adanya krisis global, tetapi karena disebakan permasalahan internal bank
tersebut. Permasalahan internal tersebut adalah adanya penipuan yang dilakukan
oleh pihak manajemen bank terhadap nasabah menyangkut:
1. Penyelewengan
dana nasabah hingga Rp 2,8 Trilliun (nasabah Bank Century sebesar Rp 1,4
Triliun dan nasabah Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia sebesar Rp 1,4
Triliiun)
2.
Penjualan reksa dana fiktif produk Antaboga Deltas Sekuritas Indonesia.
Dimana produk tersebut tidak memiliki izin BI dan Bappepam LK.
Kedua permasalahan
tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi nasabah Bank Century.
Dimana mereka tidak dapat melakukan transaksi perbankan dan uang mereka pun
untuk sementara tidak dapat dicairkan. Kasus Bank Century sangat merugikan
nasabahnya dimana setelah Bank Century melakukan kalah kliring, nasabah Bank
Century tidak dapat melakukan transaksi perbankan baik transaksi tunai maupun
transaksi nontunai. Setelah kalah kliring, pada hari yang sama, nasabah Bank
Century tidak dapat menarik uang kas dari ATM Bank Century maupun dari ATM
bersama. Kemudian para nasabah mendatangi kantor Bank Century untuk meminta
klarifikasi kepada petugas Bank. Namun, petugas bank tidak dapat memberikan
jaminan bahwa besok uang dapat ditarik melalui ATM atau tidak. Sehingga
penarikan dana hanya bisa dilakukan melalui teller dengan jumlah dibatasi
hingga Rp 1 juta. Hal ini menimbulkan kekhawatiran nasabah terhadap nasib
dananya di Bank Century.
Setelah tanggal 13 November
2008, nasabah Bank Century mengakui transksi dalam bentuk valas tidak dapat
diambil, kliring pun tidak bisa, bahkan transfer pun juga tidak bisa. Pihak
bank hanya mengijinkan pemindahan dana deposito ke tabungan dolar. Sehingga
uang tidak dapat keluar dari bank. Hal ini terjadi pada semua nasabah Bank
Century. Nasabah bank merasa tertipu dan dirugikan dikarenakan banyak uang
nasabah yang tersimpan di bank namun sekarang tidak dapat dicairkan. Para
nasabah menganggap bahwa Bank Century telah memperjualbelikan produk investasi
ilegal. Pasalnya, produk investasi Antaboga yang dipasarkan Bank Century tidak
terdaftar di Bapepam-LK. Dan sudah sepatutnya pihak manajemen Bank Century
mengetahui bahwa produk tersebut adalah illegal.
Hal ini menimbulkan
banyak aksi protes yang dilakukan oleh nasabah. Para nasabah melakukan aksi
protes dengan melakukan unjuk rasa hingga menduduki kantor cabang Bank Century.
Bahkan para nasabah pun melaporkan aksi penipuan tersebut ke Mabes Polri hingga
DPR untuk segera menyelesaikan kasus tersebut, dan meminta uang deposito mereka
dikembalikan. Selain itu, para nasabah pun mengusut kinerja Bapepam-LK dan BI
yang dinilai tidak bekerja dengan baik. Dikarenakan BI dan Bapepam tidak tegas
dan menutup mata dalam mengusut investasi fiktif Bank Century yang telah
dilakukan sejak tahun 2000 silam. Kasus tersebut pun dapat berimbas kepada
bank-bank lain, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi terhadap sistem
perbankan nasional. Sehingga kasus Bank Century ini dapat merugikan dunia
perbankan Indonesia.
B. Solusi
Pemecahan Masalah Pelanggaran Etika Bisnis
Dari sisi manager Bank
Century menghadapi dilema dalam etika dan bisnis. Hal tersebut dikarenakan
manager memberikan keputusan pemegang saham Bank Century kepada Robert
Tantular, padahal keputusan tersebut merugikan nasabah Bank Century. Tetapi
disisi lain, manager memiliki dilema dimana pemegang saham mengancam atau
menekan karyawan dan manager untuk menjual reksadana fiktif tersebut kepada
nasabah. Manajer Bank Century harus memilih dua pilihan antara mengikuti
perintah pemegang saham atau tidak mengikuti perintah tersebut tetapi dengan
kemungkinan dia berserta karyawan yang lain terkena PHK. Dan pada akhirnya
manager tersebut memilih untuk mengikuti perintah pemegang saham dikarenakan
manager beranggapan dengan memilih option tersebut maka perusahaan akan tetap
sustain serta melindungi karyawan lain agar tidak terkena PHK dan sanksi
lainnya. Walaupun sebenarnya tindakan manager bertentangan dengan hukum dan
etika bisnis. Solusi dari masalah ini sebaiknya manager lebih mengutamakan
kepentingan konsumen yaitu nasabah Bank Century. Karena salah satu kewajiban
perusahaan adalah memberikan jaminan produk yang aman.
Dari sisi pemegang saham
yaitu Robert Tantular, terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis, yaitu
memaksa manajer dan karyawan Bank Century untuk menjual produk reksadana dari
Antaboga dengan cara mengancam akan mem-PHK atau tidak memberi promosi dan
kenaikan gaji kepada karyawan dan manajer yang tidak mau menjual reksadana
tersebut kepada nasabah. Pelanggaran yang terakhir adalah, pemegang saham
mengalihkan dana nasabah ke rekening pribadi. Sehingga dapat dikatakan pemegang
saham hanya mementingkan kepentingan pribadi dibanding kepentingan perusahaan,
karyawan, dan nasabahnya (konsumen). Solusi untuk pemegang saham sebaiknya
pemegang saham mendaftarkan terlebih dahulu produk reksadana ke BAPPEPAM untuk
mendapat izin penjualan reksadana secara sah. Kemudian, seharusnya pemegang
saham memberlakukan dana sabah sesuai dengan fungsinya (reliability), yaitu
tidak menyalah gunakan dana yang sudah dipercayakan nasabah untuk kepentingan
pribadi.
Dalam kasus Bank Century
ini nasabah menjadi pihak yang sangat dirugikan. Dimana Bank Century sudah
merugikan para nasabahnya kurang lebih sebesar 2,3 trilyun. Hal ini menyebabkan
Bank Century kehilangan kepercayaan dari nasabah. Selain itu karena dana
nasabah telah disalahgunakan maka menyebabkan nasabah menjadi tidak sustain,
dalam artian ada nasabah tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan ada nasabah yang
bunuh diri dikarenakan hal ini. Solusi untuk nasabah sebaiknya dalam memilih
investasi atau reksadana nasabah diharapkan untuk lebih berhati-hati dan kritis
terhadap produk yang akan dibelinya. Jika produk tersebut adalah berupa
investasi atau reksadana, nasabah dapat memeriksa kevalidan produk tersebut
dengan menghubungi pihak BAPPEPAM.
Dikarenakan kasus ini
kinerja BI dan BAPPEPAM sebagai pengawas tertinggi dari bank-bank nasional
menjadi diragukan, karena BI dan BAPPEPAM tidak tegas dan lalai dalam memproses
kasus yang menimpa Bank Century. Dimana sebenarnya BI dan BAPPEPAM telah
mengetahui keberadaan reksadana fiktif ini sejak tahun 2005. Untuk Bank-bank
nasional lainnya pengaruh kasus Bank Century mengakibatkan hampir terjadinya
efek domino dikarenakan masyarakat menjadi kurang percaya dan takut bila
bank-bank nasional lainnya memiliki “penyakit” yang sama dengan Bank Century
dikarenakan krisis global, dengan kata lain merusak nama baik bank secara umum.
Solusi untuk BI dan BAPPEPAM sebaiknya harus lebih tegas dalam menangani dan
mengawasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh bank-bank yang
diawasinya. Selain itu sebaiknya mereka lebih sigap dan tidak saling melempar
tanggung jawab satu sama lain. Dan saran untuk Bank Nasional lainnya, sebaiknya
bank-bank tersebut harus lebih
memperhatikan kepentingan konsumen atau nasabah agar tidak terjadi kasus
yang sama.
Bab 5 Kode Etik Profesi Akuntansi
KODE
ETIK PROFESI AKUNTANSI
Etika profesi merupakan
karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain,
yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Tanpa etika,
profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi
untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.
Kode etik profesi
akuntansi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan
tugas dan dalam kehidupan sehari-hari dalam profesi akuntansi. Kode etik
akuntansi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negatif dari profesi akuntansi,
sehingga kode etik bagai kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi
dan sekaligus menjamin mutu moral profesi akuntansi dimata masyarakat.
Kode
Perilaku Profesional
Perilaku etika merupakan
fondasi peradaban modern. Etika mengacu pada suatu sistem atau kode perilaku
berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana seorang individu harus
berperilaku dalam masyarakat. Profesionalisme didefinisikan secara luas mengacu
pada perilaku, tujuan dan kualitas yang membentuk karakter atau ciri suatu
profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode
perilaku yang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut.
Prinsip-prinsip
Etika : IFAC, AICPA, IAI
IFAC
Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC
1. Integritas: Seorang akuntan profesiona harus
bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
2. Objektivitas: Seorang akuntan profesional
seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau
dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan
profesional.
3. Kompetensi profesional dan kehati-hatian: Seorang
akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan
keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk
menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang
didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang
akntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar
profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar
profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional
4. Kerahasiaan: Seorang akuntan profesional harus
menghormati kerhasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan
profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada
pihak ketiga tanpa izin yng enar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum
atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
5. Perilaku Profesional: Seorang akuntan profesional
harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus
menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
AICPA
Kode Etik AICPA terdiri atas dua bagian; bagian
pertama berisi prinsip-prinsip Etika dan pada bagian kedua berisi Aturan Etika
(rules)
1. Tanggung Jawab: Dalam menjalankan tanggung jawab
sebagai seorang profesional, anggota harus menjalankan pertimbangan moral dan
profesional secara sensitif
2. Kepentingan Publik: Anggota harus menerima
kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa demi melayani kepentingan
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme
3. Integritas: Untuk memelihara dan memperluas
keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesinal dengan
ras integritas tertinggi
4. Objektivitas dan Independensi: Seorang anggota
harus memelihara objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam
menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang anggota dalam praktik publik
seharusnya menjaga independensi dalam fakta dan penampilan saat memberikan jasa
auditing dan atestasi lainnya
5. Kehati-hatian (due care): Seorang anggota harus
selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis profesi terdorong untuk
secara terus menerus mengembangkan kompetensi dan kualita jasa, dan menunaikan
tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota yang
bersangkutan
6. Ruang Iingkup dan Sifat Jasa: Seorang anggota dalam
praktik publik harus mengikuti prinsip-prinsip kode Perilaku Profesional dalam
menetapkan ruang lingkup an sifat jasa yang diberikan.
IAI
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu
meliputi delapan butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan
butir pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh
seorang akuntan, yaitu :
1. Tanggung jawab profesi : bahwa akuntan di dalam
melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2. Kepentingan publik: akuntan sebagai anggota IAI
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepentingan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3. Integritas: akuntan sebagai seorang profesional,
dalam memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung
jawab profesionalnya tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin.
4. Obyektivitas: dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI harus menjaga
obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional: akuntan
dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian,
kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa
profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan
teknik yang paling mutakhir.
6. Kerahasiaan: akuntan harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7. Perilaku profesional: akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
8. Standar teknis: akuntan dalam menjalankan tugas
profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas.
Aturan
dan Interpretasi Etika
Interpretasi Aturan Etika
merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat
ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya
aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan terhadap Kode
Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung
terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu,
kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan
oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota
yang tidak menaatinya.
Contoh
Kasus dan Pembahasan
Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo Tahun 2002
Kasus ini merupakan kasus dimana Bank Lippo melakukan
pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun 2002. Kasus Lippo bermula dari
adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30
September 2002, yang masing-masing berbeda. Berikut laporan keuangan tersebut:
- Laporan pertama, yang diberikan kepada publik atau
diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002.
- Laporan kedua, yang diberikan kepada BEJ pada 27
Desember 2002.
- Laporan ketiga, yang disampaikan akuntan publik,
dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan
auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6
Januari 2003.
Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang
benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian”
adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu
disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42
triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan
CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November
2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit.
Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat
diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185
triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %.
Analisis:
Akuntan Publik yang memeriksa laporan keuangan Bank
Lippo tersebut melanggar beberapa standar umum dan kode etik, antara lain:
- Independensi dan Objektivitas> tidak mudah
dipengaruhi dan tidak memihak siapapun
- Integritas > Tindakan mencantumkan laporan yang
belum diaudit dengan mengiklankan di media masa untuk publik dengan kata sudah
di audit yang dilakukan akuntan publik adalah tindakan yang melanggar
integritas dimana seorang akuntan harus sangat jelas dan jujur dalam segala
pekerjaan profesionalnya maupun dalam hubungan bisnisnya
- Perilaku profesional > mematuhi hukum dan
peraturan yang berlaku serta tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak nama
baik atau menurunkan nilai atau pandangan orang lain terhadap profesi auditor
- Melindungi kepentingan publik > opini yang
dikeluarkan oleh akuntan publik menyesatkan, sedangkan akuntan publik dituntut
untuk selalu bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme
- Tanggung jawab profesi > bertanggung jawab
terhadap profesinya untuk mematuhi standar yang diterima
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/
https://harmbati.wordpress.com/2014/10/03/perilaku-etika-dalam-bisnis/
http://rarapsp.blogspot.co.id/2014/10/etika-bisnis-perilaku-etika-dalam-bisnis.html
http://nitaqony.blogspot.co.id/2014/11/perilaku-etika-dalam-bisnis.html
http://dokumen.tips/download/link/perilaku-etika-dalam-profesi-akuntansi
http://dokumen.tips/documents/kode-etik-aicpa-ifac-iai.html
https://orintalo.wordpress.com/2015/11/02/jurnal-analisis-pelanggaran-kode-etik-profesi-akuntan-publik-pada-kasus-bank-lippo/